IDEN
Lampu itu Bernama Pesantren
06 August 2020

Jakarta, KNEKS - Lampu yang menyala, cahayanya tidak hanya mampu menerangi di dalam lampu itu sendiri, tetapi juga mampu menerangi di luar lampu itu.

Analogi lampu bercahaya itu pantas disematkan kepada pesantren. Keberadaan pesantren tidak hanya dirasakan di dalam pesantren, tapi juga dirasakan masyarakat di luar pesantren.

Kepala Divisi Keuangan Inklusif Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Jamil Abbas menyampaikan pesantren memiliki tiga kelebihan yang tidak dimiliki lembaga lain.

Pertama, pesantren berbeda dari sekolah biasa yang umumnya sangat terfokus hanya sebatas di dalam lingkungan sekolah, sementara pesantren tidak hanya itu. Secara sosial budaya sejak dahulu, pesantren mampu memberikan manfaat tidak hanya di dalam lingkungan pesantren, tetapi juga di luar pesantren atau warga sekitarnya.

Saat pandemi virus corona (Covid-19) terjadi, hal ini turut berdampak terhadap kegiatan pesantren. Mayoritas pesantren mengambil kebijakan untuk memulangkan santrinya saat pandemi ini.

Mengingat keberadaan pesantren yang berpengaruh kepada masyarakat sekitar, keputusan itu pun turut berdampak terhadap masyarakat. Ketidakhadiran santri menurunkan ekonomi masyarakat. Transaksi-transaksi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masyarakat sekitar pesantren terhenti karena tidak adanya santri.

Kemudian, kelebihan kedua yang dimiliki pesantren adalah jaringan umat yang sungguh luar biasa. Bukan hanya jumlah pesantren di Indonesia yang sudah mencapai lebih dari 28 ribu pesantren, tetapi di setiap pesantren itu sendiri, secara mayoritas juga memiliki aset yang luar biasa.

“Ada yang memilki aset SDM (Sumber Daya Manusia) dan ada juga yang memiliki aset fisik. Aset fisik tersebut diantaranya meliputi aset fasilitas pendidikan, lahan, dan gedung,” ujar Jamil.

Selanjutnya, kelebihan ketiga yang dimiliki pesantren yakni mempunyai kredibilitas di masyarakat. Dengan demikian, bila pesantren bisa terlibat lebih dalam di bidang pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, dampaknya luar bisa untuk ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.

Dari jumlahnya yang sudah hampir 30 ribu, Jamil mengungkapkan, tidak mengherankan jika konsep kemandirian ekonomi yang diterapkan tiap pesantren pun beragam. Ada yang hanya bergantung kepada Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) santri. Namun, ada juga yang berbasis usaha, tidak bergantung kepada SPP santri.

Bank Indonesia (BI) saat ini sedang mengupayakan penguatan usaha milik pesantren agar biaya pendidikan di pesantren bisa lebih murah, karena tersubsidi dari usaha milik pesantren itu sendiri. Sementara itu, KNEKS mendukung kemandirian ekonomi pesantren dengan program Kolaborasi Layanan Keuangan Syariah atau disebut Kolaks.

Pesantren Al-Ittifaq adalah salah satu contoh pesantren yang menerapkan konsep kemandirian ekonomi pesantren lewat usaha.

Ketua Koperasi Pondok Pesantren Al-Ittifaq Setia Irawan mengatakan sejak 1970, Al-Ittifaq menyadari pentingnya kemandirian ekonomi lewat usaha. Sektor pertanian adalah usaha yang dipilih Al-Ittifaq ketika itu.

“Kami berpikir untuk bagaimana bisa memenuhi kebutuhan santri dan operasional pesantren. Akhirnya diputuskan untuk menggerakkan unit usaha yaitu sektor pertanian,” jelas Irawan.

Seiring berjalannya waktu, usaha pertanian ini membesar dan surplus. Kelebihan itu pun menjadi salah satu sumber pendapatan pesantren yang sudah berdiri sejak 1934 ini. Hasil pertanian dijual ke pasar tradisonal, masyarakat sekitar pesantren, bahkan ke pasar modern.

Pada 1997, didirikanlah Koperasi Pondok Pesantren Al-Ittifaq. Dengan begitu Al-Ittifaq memiliki dua fungsi, yakni Yayasan Pesantren Al-Ittifaq yang bergerak di sektor pendidikan dan Koperasi Pondok Pesantren Al-Ittifaq yang bergerak di sektor usaha.

Irawan menceritakan, sektor usaha yang dijalankan Al-Ittifaq ini, selain untuk memenuhi biaya operasional pondok pesantren, tetapi juga memberikan kecakapan hidup kepada santri. “Karena kami tidak bisa menjamin pondok pesantren akan menjadikan para santrinya seorang kyai atau ustadz semua. Jadi, perlu adanya life skill yang dimiliki santri,” sambungnya.

Usaha Al-Ittifaq terus berkembang, tidak hanya pertanian, tetapi usahanya juga bergerak di bidang pertukangan, perbengkelan, pengolahan kopi, dan farmasi. Dari semuanya itu, usaha paling utamanya tetap pertanian.

Hingga 2020, Al-Ittifaq memiliki sembilan kelompok tani dan ada 16 pondok pesantren di Jawa Barat yang menjadi mitra Al-Ittifaq. Kelompok-kelompok tani ini berasal dari masyarakat yang dididik Al-Ittifaq untuk mengerjakan pertanian Al-Ittifaq dengan intensif dan terintegrasi. 

Saat masa pandemi seperti ini, menjadi tantangan bagi Al-Ittifaq. Ketika pasar tradisional tutup dan rumah makan tutup berimplikasi kepada turunnya permintaan pasar.

Tapi ada pasar lain yang tumbuh dengan pesat, yaitu di sektor daring atau online. Penjualan langsung kepada masyarakat (end user) meningkat. Sejak 27 Maret 2020 Al-Ittifaq sudah mulai dengan metode penjualan daring.

Market yang existing seperti supermarket itu malah tambah tinggi permintaan ke Al-Ittifaq. Karena tadi, pasar tradisional tutup, rumah makan tutup, jadi mungkin sebagian orang untuk kebutuhan pergi ke supermarket” ucap Irawan.

Inisiator Serikat Ekonomi Pesantren Ahmad Tazakka Bonanza menambahkan pesantren selalu berusaha memberikan kontribusi kepada masyarakat sekitar. Pesantren punya konsep pendampingan juga untuk masyarakat dan jemaah.

Menurut Ahmad, pesantren harus mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, mengembangkan lembaga pendidikannya, maka lembaga ekonomi seperti koperasi adalah lembaga atau alat untuk membangun kemandirian ekonomi pesantren.

Ahmad yang juga menjabat di Koperasi Pondok Pesantren Idrisiyyah dan juga Direktorat Ekonomi Tarekat Idrisiyyah mengungkapkan koperasi pondok pesantrennya adalah salah satu koperasi terbaik nasional.

Di tengah pandemi Covid-19, Ahmad menjelaskan sektor-sektor utama di pesantrennya relatif aman dan tidak begitu terdampak. “Untuk itu memang seharusnya ekonomi pesantren harus berbasis kebutuhan-kebutuhan pokok seperti sektor pangan dan turunannya,” tutup Ahmad.

 

Penulis: Andika, Aldi, Yodi, Muhib
Redaktur Pelaksana: Iqbal

Berita Lainnya